Subscribe:

Sabtu, 23 Januari 2016

Psikologi Manajemen Minggu ke-14: Sikap pekerja & Kepuasan kerja



4. HUBUNGAN PELAKSANAAN KERJA DAN KEPUASAN KERJA
         Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau negatif. Kekuatan hubungan mepunyai rentang dari lemah sampai kuat. Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki, 2001: 226) 
Beberapa korelasi kepuasan kerja antara lain:  
1.Motivasi 
Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan signifikan. Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, atasan/manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja.
2.Pelibatan Kerja 
Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan peran kerjanya. Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja, dan peran atasan/manajer perlu didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk meningkatkan keterlibatan kerja pekerja. 
3.Organizational citizenship behavior 
Merupakan perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya. 
4.Organizational commitment 
Mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Antara komitmen organisasi dengan kepuasan terdapat hubungan yang sifnifikan dan kuat, karena meningkatnya kepuasan kerja akan menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang lebih tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja. 
5.Ketidakhadiran (absenteisme) 
Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat. Dengan kata lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun. 
6.Perputaran (turn over) 
Hubungan antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana perputaran dapat mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal sehingga diharapkan atasan/manajer dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan mengurangi perputaran. 
7.Perasaan Stress 
Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan negatif dimana dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi dampak negatif stres. 
8.Prestasi kerja 
           Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Sementara itu menurut Gibson (2000:110) menggambarkan hubungan timbal balik antara kepuasan dan kinerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan kepuasan. 
           Selanjutnya dibahas tiga model yang mencerminkan hubungan-hubungan yang berbeda antara sikap dan motivasi untuk performance secara efektif. Pada model A, kondisi kerja mempengaruhi sikap tenaga kerja terhadap pekerjaan dan organisasi, dan sikap ini secara langsung mempengaruhi secara langsung besarnya upaya untuk melakukan pekerjaan. Pada model B, Sikap kerja merupakan akibat dari, dan bukan yang menetukan motivasi kerja dan unjuk kerja. Pada model C, mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan kausal langsung antara sikap kerja dan unjuk kerja. Sikap tidak menyebabkan timbulnya unjuk kerja tertentu. Sikap kerja yang dibicarakan dalam model A, B, dan C mengungkapkan kepuasan kerja. Makin positif sikap kerjanya, semakin besar kepuasan kerjanya.

5. MENCEGAH DAN MENGATASI KETIDAKPUASAAN KERJA
      Banyak cara untuk mengatasi serta mencegah ketidakpuasaan kerja, dari uraian yang telah ada kita dapat menggambarkan bahwasannya arti seorang karyawan dalam suatu perusahaan maupun institusi merupakan penting artinya bagi kelangsungan dan perkembangan perusahaan tersebut. Maka untuk mengindari adanya ketidakpuasan kerja yang dialami karyawan, para supervise, manajer, maupun pimpinan harus mempunyai kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan karyawan baik psikologisnya maupun materi yang dapat mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya ketidakpuasan kerja. Jangan sampai terjadi seperti kasus yang telah diuraikan.

          Menurut Model Theory of Work Adjustment terdapat beberapa dimensi yang menjelaskan 5 kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
· Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan.
· Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.
· Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja.
· Advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja.
· Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.

          Menurut Jewell dan Siegall (1998) beberapa aspek dalam mengukur kepuasaan kerja:
a) Aspek psikologis, berhubungan dengan kejiwaan karyawan meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan ketrampilan.
b) Aspek sosial, berhubungan dengan interaksi sosial, baik antar sesama karyawan dengan atasan maupun antar karyawan yang berbeda jenis kerjanya serta hubungan dengan anggota keluarga.
c) Aspek fisik, berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, pengaturan waktu istirahat, keadaan ruangan, suhu udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur.

         Terdapat empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan, (p. 205):
a) Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
b) Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
c) Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau datang terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
d) Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
e) Kesehatan : Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang negatif.
  Cara lainnya untuk mencegah terjadinya ketidakpuasan kerja pada karyawan adalah dengan melihat apa saja yang menjadi elemen atau aspek-aspek pendukung dalam sikap kerja. Menurut Osada (2000), aspek-aspek yang mendukung sikap kerja karyawan dibagi menjadi 5 hal penting. Tujuannya, untuk menciptakan suatu sikap kerja yang sesuai kebiasaan yang baik dan perilaku yang baik sehingga karyawan dapat bekerja dengan lancar dan mematuhi peraturan.


 DAFTAR PUSTAKA :

- Hasibuan, M., 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia.  Jakarta : Bumi Aksara.
     - P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.  
 

Jumat, 15 Januari 2016

Psikologi Manajemen Minggu ke-13: Sikap pekerja & Kepuasan kerja



1. Teori-teori Kepuasan Kerja


           1.      Teori Diskrepansi atau Teori Nilai
           Kepuasan kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh sejauh mana hitungan antara apa yang diharapkan (das sollen) dan kenyataan yang dirasakan (das sein). Individu akan merasakan kepuasan dalam bekerja bila tidak ada perbedaan yang berarti antara yang diinginkan dengan hasil yang dirasakan karena batas minimalnya telah terpenuhi dengan baik. Bila ternyata apa yang diperoleh (das sein) lebih besar daripada yang diharapkan (das sollen), individu bisa merasakan kepuasan. Akan tetapi, bagi tipe orang yang tergolong moralitas yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, kemungkinan justru hal itu tidak menimbulkan kepuasan.

             Pendapat tersebut dapat dikemukakan dalam skema-skema sederhana berikut ini.
               


Dari skema di atas dapat diketahui bahwa antara apa yang diharapkan (das sollen) lebih besar daripada apa yang dirasakan (das sein), atau apa yang diharapkan sama dengan yang dirasakan sehingga hal ini akan menimbulkan kepuasan kerja bagi seseorang.

      2.      Teori Keadilan (Equity Theory)
       Kepuasan kerja seseorang, menurut As’ad (1987), sangat dipengaruhi oleh terpenuhi tidaknya rasa keadilan (equity) yang diterima dalam kenyataan. Perasaan adil atau tidak adil atas situasi yang dihadapi akan diperoleh melalui perbandingan antara dirinya dengan orang lain yang setaraf, sekantor atau di tempat lain. Elemen teori ini meliputi (a) input, (b) output (hasil), dan (c) perbandingan antara orang satu dan yang lainnya (comparison person).
             a.       Input : Yang dimaksud dengan input adalah segala sesuatu yang berharga, yang dirasakan oleh karyawan sebagai sumbangan terhadap sesuatu pekerjaan, misalnya pendidikan, pengalaman, keterampilan, keahlian, dan jumlah jam kerja.
              b.      Output : Mengandung pengertian sebagai segala sesuatu yang dirasakan oleh karyawan sebagai hasil dari pekerjaannya. Output ini berupa gaji, upah, symbol status, dan kesempatan untuk berprestasi atau kesempatan untuk mengekekspresikan diri atau aktualisasi diri.
              c.       Perbandingan dengan Orang Lain : Dengan siapa seorang membandingkan antara input-output yang dimilikinya. Perbandingan ini dapat dilakukan dengan individu lain dalam satu kantor/pekerjaan, atau di tempat lain, tetapi bisa juga dengan dirinya ketika membandingkan antara hasil masa lalu dengan masa kini.

      3.      Teori Dua Faktor
       Puas tidaknya dalam bekerja bukan merupakan konsep yang kontinu. Herzberg (dalam As’ad, 1987; Greenberg dan Baron, 1997; Bridger, 1995) menyatakan bahwa kepuasan kerja seseorang sangat dipengaruhi dua kelompok situasi, yaitu kelompok yang memberi kepuasan (satisfiers) dan kelompok yang tidak memberikan kepuasan (disatisfiers/hygiene factor).
a.       Satifiers : Faktor-faktor yang menjadi sumber kepuasan seseorang dalam bekerja, antara lain prestasi kerja (achievement), kerja itu sendiri memberi kepuasan, tanggung jawab, dan kesempatan promosi.
b.      Disatisfiers : Faktor-faktor yang menjadi sebab munculnya ketidakpuasan seorang individu. Misalnya, administrasi dan kebajikan lembaga, teknik pengawasan, gaji, hubungan interpersonal, kondisi kerja, status, dan jaminan kerja. Perbaikan kondisi ini, misalnya perbaikan gaji dan kondisi kerja; akan mengurangi kertidakpuasan kerja, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena bukan itu yang menjadi sumber kepuasan kerja.


2. Determinan Sikap Kerja
          Sikap kerja dapat dijadikan indikator apakah suatu pekerjaan berjalan lancar atau tidak. Jika sikap kerja dilaksanakan dengan baik, pekerjaan akan berjalan lancar. Jika tidak berarti akan mengalami kesulitan. Tetapi, bukan berarti adanya kesulitan karena tidak dipatuhinya sikap kerja, melainkan ada masalah lain lagi dalam hubungan antara karyawan yang akibatnya sikap kerjanya diabaikan.
           Gibson (1997), menjelaskan sikap sebagai perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
            Sada (2000), adalah tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.
Sikap kerja mempunyai sisi mental yang mempengaruhi individu dalam memberikan reaksi terhadap stimulus mengenai dirinya diperoleh dari pengalaman dapat merespon stimulus tidaklah sama. Ada yang merespon secara positif dan ada yang merespon secara negative. Karyawan yang memiliki loyalitas tinggi akan memiliki sikap kerja yang positif. Sikap kerja yang positif meliputi :
             1) kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan orang-orang dalam suatu kelompok  akan memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara individual.
              2) rasa memiliki. Adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan akan membuat karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercpainya tjuan perusahaan.
              3) hubungan antar pribadi. Karyawan yang mempunyai loyalitas karyawan tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel kea rah tete hubungan antara pribadi. Hubungan antara pribadi ini meliputi : hubungan social diantara karyawan. Hubungan yang harmonis antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan sugesti dari teman sekerja.
               4) suka terhadap pekerjaan. Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan bahwa karyawannya tiap hari dating untu bekerja sama sebagai manusia seutuhnya dalam hal melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati sebagai indikatornya bisa dilihat dari : kesanggupan karyawan dalam bekerja, karyawan tidak kpernah menuntut apa yang diterimanya di luar gaji pokok.


3. Pengukuran Sikap Kerja
               Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal.
              Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya, Sebagai contoh, karyawan yang sudah lama bekerja memiliki kecenderungan lebih puas dibandingkan dengan karyawan yang belum lama bekerja (Doering et al., 1983) Faktor eksentrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian dan sebagainya.
             Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control , pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja.
☻ Salah satu cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya atau tidak, ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan).
☻ Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai diantaranya :
  1. isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan
  2. supervise
  3. organisasi dan manajemen
  4. kesempatan untuk maju
  5. gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif
  6. rekan kerja
  7. kondisi pekerjaan
☻Menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja, pengukuran sikap/kepuasan kerja, diantaranya :
1. bekerja pada tempat yang tepat
2. pembayaran yang sesuai
3. organisasi dan manajemen
4. supervisi pada pekerjaan yang tepat
5. orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat


Daftar Pustaka :

-Dariyo, A. 2008. Psikologi perkembangan: Dewasa muda. Jakarta: Grasindo.
-Gibson, J.L, Ivan Cevich and Donelly. 1997. Organization. Jakarta: Binapura Aksara. 
-Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: BumiAksara.
-Robbins, Stephen P, 2003. Perilaku Organisasi: Jilid 2. Jakarta: PT. Indeks Kelompok                 Gramedia.