Mila seorang mahasiswa tingkat tiga di salah satu Universitas ternama di Jakarta. Mila dalam keseharian dikenal sebagai seorang mahasiswa yang ramah oleh teman-temannya. Tidak ada yang salah dalam perilakunya, namun lain halnya bagi teman-teman dekat Mila. Mereka merasa bahwa Mila memiliki kecemasan yang berlebihan, sehingga setiap saat harus ditemani oleh temannya. Terutama dalam hal-hal yang membutuhkan pilihan. Bagi teman-temannya, perilaku Mila yang terlalu bergantung pada orang lain cukup mengganggu, mereka mengkhawatirkan apa yang akan terjadi jika tidak ada mereka disamping Mila. Setelah melakukan wawancara langsung dengan Mila yang dibungkus dalam bentuk curhat-curhatan, Mila mengaku bahwa ia menjadi seperti itu karena Mila yang juga merupakan anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarganya sewaktu kecil segalanya diuruskan oleh orang tua dan kakak-kakaknya. Mila mengatakan bahwa pernah sekali ia bermain dengan ayahnya, ketika sang ayah tidak melihat Mila yang tengah bersembunyi dibalik tembok dan tiba-tiba mengagetkan ayahnya. Namun, ternyata ayahnya langsung jatuh dan kejang-kejang sambil memegang dadanya, dan setelah dirujuk ke dokter diketahui bahwa ayahnya terkena penyakit jantung. Mila sangat sedih dan ketakutan dan mengaku bahwa saat itulah pertama kalinya ia dimarahi habis-habisan oleh kakak-kakaknya.
2. Terapi Bermain
Seorang anak yang tidak termotivasi untuk sekolah bisa disebabkan oleh beberapa hal. Untuk mengungkap penyebab tersebut dapat dilakukan terapi bermain. Dengan mengajak anak tersebut bermain melalui berbagai macam permainan. Seorang terapis ingin mengetahui penyebab seorang anak yang tidak mau sekolah. Terapis tersebut mengajak anak itu bermain dengan sifat yang ramah agar anak tersebut merasa nyaman dengannya. Terapis menggunakan permainan binatang-binatang kecil yang terbuat dari plastik dan mulai menanyakan alasan anak tersebut tidak mau sekolah. Mungkin anak tersebut tidak bisa menjawab. Lalu terapis meminta anak tersebut memilih binatang yang paling disukai yang menyerupai anak tersebut maupun gurunya, dalam hal ini adalah karakternya. Dan anak tersebut memilih binatang yang menyerupai dirinya yaitu kingkong, saat ditanya alasan mengapa memilih kingkong, anak tersebut akan mulai menceritakan. Dengan permainan, anak akan mudah untuk bercerita. Dan terapis dapat mengalihkan perhatiannya untuk kembali ke tujuan awal dari terapi. Setelah masalah telah terungkap, terapis memberitahukan kepada orang tua anak tersbut.
Bentuk-bentuk dari terapi bermain ini bermacam-macam dan sederhana sekali, juga tidak memerlukan biaya yang mahal namun memerlukan kreativitas. Tapi kita bukan menggunakan video games sebagai permainan tapi menggunakan alat-alat yang nantinya akan menghasilkan sesuatu. Dan dari hasil itu, kita tidak melihat nilai seninya namun kita melihat hasil dari apa yang dibuatnya dan biasanya hasil itu menunjukkan dirinya atau perasaannya. Alat-alat permainan yang biasa digunakan antara lain boneka ("puppet"), menggambar, binatang-binatang kecil dari plastik, pedang-pedangan dari plastik, kartu forty-one, pasir, malam atau pledo, dan lain-lain. Dalam melakukan terapi bermain ini dibutuhkan waktu + 30 menit.
3. Terapi Keluarga
Terdapat 4 orang yang terlibat dalam proses terapi. Seorang terapis wanita, Don(ayah), Ben(anak laki-laki), dan Heather(anak perempuan). Terapi dilakukan di sebuah ruangan tertutup. Posisi duduk mereka membentuk setengah lingkaran, dengan ujung paling kiri yaitu Ben, kemudian di sebelahnya adalah terapis, setelah terapis adalah Heather, dan kemudian di ujung paling kanan adalah Don.
Awalnya, terapis mengatakan bahwa penting sekali membahas masalah hubungan antar anggota keluarga tersebut. Kemudian terapis juga meluruskan tentang peran orang tua dan anak dalam sebuah keluarga. Hal ini ditekankan kembali karena Don (ayah) cenderung membela Heather, anak perempuannya. Akan tetapi pada akhirnya Don dapat menyadari sikap seperti apa yang harus ia lakukan sebagai orang tua yang baik. Setelah itu terapis meminta ayah dan Ben untuk bertukar posisi duduk agar Ben dan Heather dapat duduk berdampingan.
Terapis mempersilahkan Heather untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya terhadap sosok Ben. Heather mengatakan bahwa ia merindukan sosok kakaknya yang seperti dulu dan ia merasa bahwa ia sudah tidak mengenali kakaknya lagi, yang sekarang ini dianggap sering berperilaku menyimpang. Misalnya saja sekarang Ben terbiasa pulang pagi dan juga berkata-kata kasar.
Setelah Heather selesai mengungkapkan apa yang ia rasakan dan pikirkan kemudian terapis meminta Ben untuk menanggapi apa yang disampaikan oleh adik perempuannya tersebut. Dan terungkaplah bahwa selama ini Ben merasa bahwa selama ini dia diperlakukan secara berbeda dengan adiknya.
Setelah mendengar pengakuan dari kedua kakak beradik tersebut, terapis pun berusaha memberikan insight pada sang ayah tentang akar permasalahan yang terjadi di antara Ben dan Heather. Dan di akhir sesi terapi, hubungan antar anggota keluarga tesebut pun terlihat menjadi lebih hangat. Terapi selesai.
Daftar Pustaka :
- Rakhmawati, dkk. 2012. Metode Penanganan II (Psikoanalisa,Humanistic,Gestalt). Jakarta: Skripsi. Tidak diterbitkan.
- Tedjasaputra, M. (2001). Bermain, mainan dan permainan. Jakarta: Grasindo
-
- Tedjasaputra, M. (2001). Bermain, mainan dan permainan. Jakarta: Grasindo
-